Nabi Ibrahim: Pengelana Dakwah
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag
Urutan kedua seseorang yang paling banyak disebut namanya di dalam Al-Quran adalah Nabi Ibrahim. Namanya terbaca sebanyak 58 kali, nabi Musa 136 kali. Namanya menjadi predikat surah ke-14 dari 114 nama-nama surah Al-Quran. Petulangan dakwahnya mencapai hampir seperenam keliling bumi (6.516,00 km dari 40.075,017) . Suatu perjalanan yang susah dibayangkan pada saat hanya binatang dan kapal layar sebagai alat transportasi. Beliau lahir di Ur, tenggara Iraq. Melakukan rihlah dakwah ke Harran, terus ke Palestina, ke Mesir pulang pergi, dan juga ke Mekkah untuk beberapa kali. Prestasinya menjadi capaian yang didambakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam salawat Ibrahimiyah yang dibaca kaum muslimin dalam setiap shalat menjelang salam. Manasiknya diabadikan dalam umrah dan haji. Keteguhan imannya menjadi ibadah korban. Dengan berbagai modifikasi, tradisi sungkem kepada berhala sebagian ummatnya menjadi cikal bakal sunnah i’tikaf berkhalwat dan berbisik dengan Allah di mesjid. Luar biasa. Beberapa catatan kecil tentang Nabi Ibrahim kiranya menjadi renungan kita.
Sebagai rasul, Nabi Ibrahim juga menjadi pendidik dengan metode yang sangat humanis. Lihatlah rekaman Al-Quran tentang “Ibrahim mencari Tuhan” dalam surah Al-An’am ayat 75 sampai 79. Dalam ayat-ayat ini, Ibrahim menggunakan metode sosio drama untuk menanamkan tauhid kepada masyarakatnya. Dikisahkan, mulanya dia melihat bintang yang dianggap sebagai Tuhan karena memberi petunjuk jalan di kegelapan malam. Namun saat cahaya bulan semakin nampak, bulan itulah yang dikiranya Tuhan. Bintang gemintang menjadi redup dan cahayanya pergi. Di pagi hari,cahaya bulan pun menjadi layu, dikalahkan oleh cahaya matahari yang memancar terang benderang. Namun sejalan waktu, matahari pun berangsur pergi ke ufuk barat dan cahayanya pudar terdinding horizon barat. Dari drama ini, dia memutuskan bahwa Tuhan bukanlah alam, Tuhan adalah zat yang menciptakan alam. Dia pun akhirnya mengaku sebagai hanif (berangsur berproses menuju kepada agama yang benar). Sosio drama atau bermain peran adalah sebuah metode pengajaran yang humanis penuh keteladanan.
Meski perjuangannya sebagai pendidik tauhid menemukan ganjalan hingga siksaan fisik (dibakar hidup), Nabi Ibrahim berhasil keluar dari berbagai kesulitan. Dia berhasil mencetak generasi anbiya. Dari dua isterinya, telah lahir genarasi Nabi dan Bani Israil. Siti Hajar melahirkan Ismail yang menjadi kakek Nabi Muhammad. Dari Siti Sarah lahir Ya’qub, dari Ya’qub lahir beberapa orang nabi bergenerasi berikutnya: Yusuf, Musa, Harun, Yunus, Ayyub, Zulkifli, Syu’aib, Ilyas, dan Ilyasa. Semua prestasi ini didasari oleh keteguhan iman dan spiritualitas yang memancar dalam sikap, tindakan, dan perbuatan. Proses iman-islam-ihsan, takhalli-tahalli-tajalli berjalan dengan mulus.
Kelana dakwah Nabi Ibrahim menggambarkan perjuangan dan sekaligus pengorbanan, dua predikat yang saling bertaut. Berjuang mengharuskan kesabaran. Kesabaran adalah kemampuan berpikir panjang. Islam mengajarkan berpikir jauh ke depan bukan hanya untuk satu dan dua periode, namun hingga ke dua alam setelah kehidupan dunia, barzah dan akhirat. Kesabaran seorang muslim tiada batas, kecuali keridaan Tuhan dan pahala. Perjalanan jauh yang memerlukan kesabaran itulah tampaknya yang terwujud dalam pelaksanaan ibadah haji. Sejak kepergian dari rumah menuju baitullah, mendapatkan tempat-tempat mustajab di dua tanah haram, wuquf, mabit, dan melempar jumrah, semuanya memerlukan kesabaran tingkat tinggi.
Pengorbanan adalah keikhlasan mengerahkan dan menggerakkan segala kemampuan yang dimiliki dan yang dicintai demi memperoleh rida Tuhan. Bukan hanya waktu, pikiran, tenaga, dan harta yang diberikan; nyawapun diikhlaskan. Itulah ‘idul adha yang juga disebur dengan ‘idul qurban. Korban (qurban) secara bahasa adalah perjuangan untuk tujuan pendekatan.
Selamat idul adha 1444, semoga kita dapat meneladani keluarga Nabi Ibrahim.