
Perpustakaan
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.
Kamis siang, 4 Juli 2024, pukul 13.30, saya terkantuk-kantuk mengikuti pembukaan reakreditasi Perpustakaan UIN Antasari. Maklum acaranya persis saat selesai rehat siang, sehabis bekerja dari pagi hingga tengah hari. Namun, mata saya terasa segar saat Dr. Adin Bondar, S.Sos., M.Si menyampaikan kata sambutan selaku Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan. Apa yang membuat mata saya tiba-tiba segar? Beliau menyampaikan bahwa sumber daya insani ke depan yang diperlukan adalah yang berkemampuan interpersonal dan berkemampuan analisis tingkat tinggi. … dan hal itu, menurut Beliau hanya dapat diasah melalui tempaan literasi; ladag literasi basisnya adalah perpustakaan.”
Dalam pikiran saya, semula, di era kemajuan informasi, peran perpustakaan sebagai jantung perguruan tinggi diambil alih oleh peran fasilitas jaringan digital yang saat ini sedang dinikmati penduduk bumi. Ternyata pikiran saya itu salah total. Kemajuan teknologi bidang informasi tidak selamanya berjalan lurus memberi manfaat, bahkan ketika jaringan informasi itu diasuh oleh manusia curang, yang akan terjadi justeru kekacauan informasi, hoax.
Saya memang pernah menjadi Kepala Perpustakaan UIN Antasari tahun 2008 – 2012, saat itu masih IAIN. Saat itu, saya bersama semua pustakawan dan tenaga administrasi yang ada berjuang untuk menjadikan perpustakaan benar-benar sebagai jantung perguruan tinggi. Banjar dan Melayu Corner yang saat ini menjadi kebanggaan, dulu sudah kami rintis dengan program “Space Islam Kalimantan” yang bahan-bahan pustakanya kami hunting secara manual. Space itu kami layankan di sudut utara lantai II. Masih lupa-lupa ingat, saat itu juga kami mencoba “mengambil alih” teknis pembelian buku. Kami mengedarkan semacam survey kepada setiap pemustaka (pengunjung) tentang buku apa saja yang mereka perlukan. Hasil survey tersebut cukup mengejutkan. Ternyata sebagian besar pemustaka mengisinya bukan dengan buku-buku ilmiah akademik, namun menulisnya dengan buku-buku fiksi. Kami baru sadar bahwa perpustakaan juga berperan sebagai sarana rekreasi (bacaan). Juga pada saat itu, saya sebagai kepala perpustakaan “memperjuangkan” sedikit keadilan, soal “tunjangan ketahanan tubuh” karena profesi pustakawan memang mengharuskan kekuatan fisik. Saya menyaksikan dengan mata kepala bahwa kerja “shelving” (mengembalikan buku-buku yang berserakan di meja baca ke raknya sesuai kodenya) adalah pekerjaan yang memerlukan kesabaran tingkat tinggi. Shelving dilakukan setiap hari. Dan saya merasakan bahwa insan perpustakaan, baik tenaga fungsional perpustakaan atau tenaga administrasinya, semuanya adalah orang-orang yang sangat sabar dalam bekerja.
Kembali ke soal “interpersonal dan kemampuan analisis tingkat tinggi”. Ini memang sangat beralasan karena di masa depan, pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketarampilan teknis secara berangsur akan diambil alih oleh artfcsial intelligence. Robot robot cerdas akan bekerja berhari-hari tanpa lelah dan tidak perlu uang makan. Biaya produksi akan dapat ditekan. Namun apakah kemajuan robotik itu akan membawa kebahagiaan. Ketenangan batin yang diimpikan oleh semua manusia apakah akan terwujud. Demikian juga, apakah hasil-hasil kerja robot tersebut akan membawa kemakmuran. Jawabannya mungkin beragam. Para pakar ilmu sosial (termasuk agamawan) saya kira akan ragu dengan peran-peran AI sebagai pengganti manusia. Manusia tetap sangat diperlukan. Manusia yang dapat menakar dan menganalisis sejauhmana peran AI diperlukan. Teknologi tetap hanya sebagai pelayan, bukan sebagai pemeran utama dalam berbagai episode drama kehidupan. Manusia yang mana yang diperlukan?. Mereka yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan berwawasan luas sehingga dapat mengambil solusi tepat di tengah himpitan hidup yang makin rumit. Semua potensi itu dapat diraih melalui latihan-latihan komunikasi dan leadership serta belajar lintas sektoral melalui pustaka.
Selamat menjalani reakreditasi, semoga Perpustakaan UIN Antasari unggul dan tetap dijadikan umat sebagai jantung perguruan tinggi.