Berwawasan Global
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag
Dalam naskah Renstra UIN Antasari 2020-2024, pada poin keempat Filosofi Keilmuan dinyatakan bahwa UIN Antasari mengembangkan keilmuan yang berwawasan global. Hal itu artinya kajian-kajian keilmuan diperkaya dengan wawasan yang mendunia sebagai konsekuensi kehidupan modern era informasi dan globalisasi. Dengan demikian UIN Antasari diproyeksikan mampu berkontribusi bagi peradaban global. Hal ini dapat dipahami bahwa (1) kajian akademik tidak boleh lepas dari perkembangan isu-isu keilmuan kontemporer global, dan (2) UIN Antasari dan semua lembaga pendidikan tinggi harus berkontribusi bagi pengembangan dunia melalui pencerahan ilmu pengetahuan. Hal ini menjadikan UIN Antasari dapat “bertarung” di luar kandang sendiri. Misi “berwawasan global” ini searah dengan peta jalan peningkatan akreditasi, baik yang dilaksanakan oleh BAN PT atau LAM.
Dalam paradigma akreditasi prodi yang dilaksanakan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), penetapan peringkat dari baik, baik sekali, dan unggul berpatokan pada taraf kegiatan tri dharma prodi yang bersangkutan. Ketika kegiatan tri dharma hanya dilakukan pada taraf lokal, maka hasil yang didapat tidak lebih dari predikat baik. Demikian juga untuk predikat baik sekali diberikan apabila kegiatan tri dharmanya hanya bertaraf nasional. Predikat unggul akan diberikan apabila tiga unsur dalam tri dharma minimal sebagian ada yang dilaksanakan secara internasional.
Untuk menyahuti panggilan dari filosofi keilmuan tersebut, FEBI UIN Antasari mendorong dan ikut menfasilitasi semua dosen dan mahasiswa untuk ikut dalam kegiatan tri dharma bertaraf internasional. Pada dua tahun terakhir ini, 2022 – 2023, beberapa kegiatan bertaraf internasional sudah dilaksanakan, seperti seminar, konferensi, student mobility, student research in business, publikasi, dan in syaa Allah dalam waktu dekat pengabdian masyarakat internasional juga dilaksanakan. Penyiapan mahasiswa berbakat (talenta) internasional juga mulai dirintis melalui program “Business English Club” FEBI UIN Antasari.
Tahun 2000-an istilah perguruan tinggi bertaraf atau bereputasi internasional dikalangan PTKI mulai dikumandangkan, terutama melalui bahan ajar yang menggunakan referensi (pustaka) berkelas internasional. Kemampuan memahami bahasa internasional dalam kajian keilmuan terus diperjuangkan, terutama bahasa Arab untuk kajian keislaman dan bahasa Inggeris untuk keilmuan kontemporer. Pada saat itu, perpustakaan dilengkapi dengan berbagai fasilitas infra struktur dan pengayaan buku (bahan) pustaka. Meski demikian, saat era digitalisasi tiba, perpustakaan berubah tempat, dari gedung ke atas awan (cloud) terutama bagi generasi “Z”. Meski demikian bagi generasi tua, aroma dan warna kertas masih menjadi bumbu penyedap dalam belajar.
Doktrin berwawasan global juga meniscayakan redupnya keangkuhan suatu bidang ilmu terhadap bidang ilmu yang lain. Semua ilmu hendaknya menjadi penyempurna bagi ilmu yang lain. Tidak ada suatu bidang ilmu yang mampu berdiri tegak tanpa bantuan ilmu lain. Dalam Islam, doktrin “timur” dan “barat” sejak zaman Nabi Muhammad dikomandangkan. Hanya sejarah yang membuat seakan ilmu dari timur lebih afdal dari ilmu yang berasal dari barat. Oleh karena itu, dalam kajian akademik, seperti tesis dan disertasi didorong untuk melakukan kajian inter, multi, dan bahkan transdisipliner melali pendekatan integrasi dan interkoneksi. Dalam “Jaring Laba-Laba Keilmuan” model Amin Abdullah digambarkan bahwa Qur’an dan Sunnah sebagai inti terdalam dari ilmu pengetahuan. Darinya lahir berbagai ilmu, seperti ilmu keislaman tradisional (Dirasah Islamiyah) semisal fikih, tafsir, kalam, hadits, tasawuf, lughah, dan falsafah. Namun kemudian, Qur’an dan Sunnah juga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan modern melalui berbagai pendekatan kontemporer, seperti gender, lingkungan hidup, hokum internasional pluralism, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Falsafat “berwawasan global” bila diresapi dan diwujudkan juga akan menghasilkan sarjana yang memahami bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari yang satu, Tuhan. Dari-Nya melimpah menjadi berbagai cabang ilmu melalui jasa berpikir dan pengembaraan intelektualitas manusia. Manusialah yang paling menikmati hasil ilmu pengetahuan itu dan manusia pulalah yang dapat menyadari bahwa mereka di pentas bumi adalah bersaudara. Tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk menghina apalagi menyerang orang lain. Manusia diciptakan secara beraneka agar saling memberi kebaikan (li ta’aarafuu) dan yang paling tinggi derajatnya di sisi Tuhan adalah yang paling tinggi ketaqwaannya. (QS. Al-Hujurat ayat 13).