Serius, Ini Kemos
Oleh: M. Yulian Ma’mun
Urang Banjar menyebut film animasi dengan kata “kemos”. Konon istilah ini berasal dari kata “Mickey Mouse”, tokoh kartun fiktif buatan Walt Disney dan Ub Iwerks. Sejak diperkenalkan tahun 1928, Mickey si tikus diperkenalkan dari Amerika Serikat ke seantero dunia, tidak ketinggalan ke Indonesia. Lidah Indonesia melafalkan kartun ini dengan “Miki Mos” lalu masyarakat Banjar menyerapnya menjadi “Kimus atau Kemos” hingga kemos menjadi istilah general Banjar bagi semua kartun baik gambar hingga animasi.
Tontonan gambar bergerak ini identik sebagai hiburan bagi anak-anak. Karakter kartun yang sering di luar nalar, bentuk anatomi tubuh yang aneh, kerap tidak dipahami orang dewasa. Yang saya maksud di sini adalah, orang dewasa generasi Baby Boomers yang lahir sebelum era teknologi televisi dan multimedia. Orang dewasa generasi Y (milenial) seperti saya yang di masa kecilnya sering menonton kartun, biasanya tidak memandang animasi sebagai sesuatu yang aneh, karena sedari kecil cukup akrab dengan hal ini.
Sekarang teknologi pembuatan animasi tidak hanya berupa kartun 2 dimensi, tapi juga dengan format 3 dimensi. Bahkan teknologi termutakhir animasi komputer digunakan untuk membuat kartun makin realistik, seperti aslinya. Contohnya film The Lion King (rilis 2019) yang menggunakan animasi komputer photorealistic. Kecanggihan animasi menampakkan detil terkecil seperti rambut surai Simba si singa tampak sangat lembut ditiup angin.
https://www.youtube.com/watch?v=7TavVZMewpYFilm animasi biarpun pangsa pasarnya mayoritas untuk anak-anak, tetap saja digarap dengan serius (dan melibatkan banyak orang dewasa). The Lion King yang tadi disebut di paragraf di atas, disinyalir menghabiskan biaya produksi hingga 206 juta Dollar Amerika. Angka tersebut hampir setara dengan anggaran belanja Kabupaten Kuningan di Jawa Barat, Kabupaten Badung, dan kota Batam.
Keseriusan bukan hanya berbentuk materi, pemikiran dan dedikasi yang serius pun diperlukan untuk membuat animasi yang berkualitas. Butuh waktu 3 bulan untuk merancang model tokoh animasi dalam serial “Nussa”, animasi lokal yang melejit di Youtube. Bagaimana bentuk tubuh, gerakan, dan karakter suara memeras banyak pikiran. Per tulisan ini dirilis, kanal Youtube Nussa mencapai angka 9 ,1 juta subscriber dengan ratusan juta kali tayang.
Animasi kemos yang untuk konsumsi anak-anak saja diproduksi dengan serius, sudahkah kita belajar melakukan segala sesuatu dengan serius? Dalam Ta’lim al Muta’allim, Syekh Al Zarnuji menegaskan bahwa kunci sukses dalam belajar adalah jidd (kesungguhan), muwazhabah (disiplin), dan mulazamah (komitmen). Syekh Al Zarnuji memperuntukkan resep ini kepada para penuntut ilmu. Tapi di bidang kehidupan lain, pedoman ini juga bisa diterapkan.
“Kebatilan yang terorganisir dapat mengalahkan kebenaran yang tercerai berai,” demikian pesan dari Mustafa Sabri Effendi (1869-1954) ulama asal Turki, senada dengan isi pidato Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahj Al Balaghah.
Ya, kejahatan pun jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh bisa sukses. Apalagi kebaikan yang diseriusi. Man jadda wajada.