Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah

Oleh: Dr. Sukarni, M.Ag (Dekan FEBI)

Mungkin karena menggunakan istilah berbahasa Arab, term al-qawa’id al-fiqhiyyah  selanjutnya disebut QF, cukup sulit dipahami oleh mahasiswa. Dalam pengalaman mengajar, termasuk di S2 HES, saya memerlukan waktu beberapa kali pertemuan untuk dapat memahamkan konsep ini kepada mahasiswa. Padahal sangat sederhana, QF adalah rumusan simpel yang bersifat universal (kulli) yang dihasilkan dari ekstrak berbagai hukum fikih yang memiliki keserupaan

Konsep ini sangat penting dalam kajian ekonomi Islam karena daya jangkaunya yang sangat luas untuk memberi dasar berbagai produk produk, terutama pada industri keuangan yang terus  berkembang. Ekonomi Islam, terutama sektor  lembaga keuangan, terus tumbuh bervariasi menyahuti kepentingan pasar. Seorang nasabah yang datang ke bank syariah unutk keperluan apapun,  pasti akan dapat layanan produk syariah, mungkin melalui layanan ijarah untuk sektor jasa, layanan mudarabah dan musyarakah untuk sektor usaha investasi, hingga pinjaman lunak melalui skema al-qard al-hasan dan produk-produk lain.

Karena menyahuti kepentingan pasar, produk-produk keuangan syariah dapat saja benar-benar baru dan belum pernah terjadi pada zaman otoritas normatif (Nabi, sahabat dan tabi’in), seperti perubahan akad sosial (tabarru`) menjadi akad komersial (tijari) dalam kasus penggabungan dua akad, misalnya al-wakalah bil ujrah  dalam (misalnya) akad asuransi sebagai pengelola dana tabarru` yang akan diberikan fee (ujrah). Begitu juga kasus penggabungan (atau lebih tepat pelapisan) berbagai akad dalam satu produk, seperti IMBT (al-Ijarah al- Muntahiyyah bi at- Tamlik) dalam kredit kepemilikan rumah. Model-model  akad baru ini dapat dilegalkan melalui justifikasi qawa’id fiqhiyyah.

QF adalah disiplin ilmu khusus dalam kajian hukum Islam. QF pada mulanya adalah simplikasi (penyederhanaan) dari hukum-hukum fikih yang sangat banyak dalam berbagai bidang (furu’iyyat  atau juz’iyyat).  Furu’ adalah hukum dalam bidang tertentu yang memiliki keserupaan dengan bidang lain. Untuk tujuan kemudahan mengkonpilasi  berbagai furu’ tersebut, maka disusunkan ungkapan yang lebih umum (kulliyyat) dengan ungkapan yang simple dalam bentuk teori (kaidah).

Meski pada mulanya sebagai penyederhanaan, QF berkembang menjadi bagian dari prinsip hukum yang dengannya segala peristiwa baru dan yang diandaikan (al-fardliyyat) dapat dijelaskan dan diramalkan.  Oleh karena itu, QF dianggap menjadi hukum Tuhan sejauh yang bisa dirumuskan esensinya oleh manusia. Maka tidak berlebihan bila dikatakan pula bahwa QF adalah pengejewantahan metode berpikir induktif dalam Islam; suatu hal yang mungkin selama ini belum populer di kalangan sebagian orang karena hukum Islam lebih dipahami bersifat teosentris deduktif.

Upaya penyederhanaan variasi hukum fikih yang didasarkan pada keserupaan kasus telah dirintis tiga generasi awal. Mereka menamai karyanya dengan “Al-Asybah wa an-Nadha’ir”  (Yang serupa dan yang sebanding). Mereka adalah : Tajuddin as-Subki (w. 771 H), Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911), dan Ibnu Nujaim al-Hanafi (w. 970 H).

QF dapat pula disebut sebagai hasil usaha manusia untuk menformulasikan hukum Tuhan  dengan bahasa yang lebih mudah dan sederhana. Dengan demikian, hukum dalam Islam tidak hanya bersifat teosentris, namun sekaligus juga antroposentris. Manusia diberi hak untuk berkreasi membuat rumusan hukum selama tidak keluar dari koridor substansi hukum Tuhan. Dalam bahasa sahabat Mu’adz bin Jabal …. Ajtahidu bi ra’yii walaa aaluu…

Dalam konteks kajian QF Bisns Syariah, sesuai dengan sifat bisnis (muamlah) yang sangat dinamis, aspek kedua dari fungsi qawaid fiqhiyah (fungsi menjelaskan bentuk muamalah kontemporer dan meramalkan situasi ke depan) sangat penting untuk didalami hingga kajian yang bersifat integratif interkonektik, inter-multi, bahkan transdisipliner, sebagaimana amanah KKNI Level 8 dan 9.

Kalau hal tersebut  kita sepakati, maka kajian QF Bisnis Syariah akan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru sejalan dengan tingkat imajinasi positif para thaalibul ‘ilmi.   Ingat, Perguruan Tinggi adalah wadah bertemunya orang-orang yang kaya imajinasi (mahasiswa) dengan para akademisi (yang seyogyanya) penuh dengan gagasan (dosen). Mudah-mudahan… Amin.