
Ramadan Karim
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.
Tanggal satu Ramadan sudah diambang pintu. Suka cita kaum muslimin menyambutnya sudah terasa sejak bulan Rajab. Banyak doa yang dipanjatkan, di antaranya “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Syakban, serta sampaikanlah kami menemui Ramadan”. Secara tradisional pun masyarakat menghormati Ramadan dengan berbagai cara melebihi bulan selainnya. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pembelajaran bagi anak sekolah tingkat dasar dan lanjutan. Bagi ASN, kebijakan jam kerja juga memperlihatkan penghormatan yang tinggi pada Ramadan. Biasanya harus masuk pukul 07.30 hingga 16.00, pada Ramadan diundur masuknya setengah jam dan pulangnya sudah diizinkan pukul 15.00 selain jumat pkl 15.30.
Sebagai pembaharu dengan pendekatan kultural dan sosial, Nabi Muhammad memberikan penjelasan yang sangat natural tentang bulan Ramadan. As Suyuthi dalam Al-Adzkar ketika membahas “Adzkar al-Shiyam” menukil beberapa riwaat sekitar sabda dan doa Nabi saat melihat hilal petanda awal Ramadan pada zaman itu. Salah satu riwayat itu bersumber dari Qatadah, dia meriwayatkan bahwa saat melihat hilal bersama Nabi, Beliau berdoa “Ya Allah jadikanlah hilal (bulan Ramadan) ini sebagai bulan berkah, bulan menambah iman, bulan keselamatan, dan bulan kepasrahan. Tuhanku dan Tuhanmu hanyalah Allah. Doa Nabi ini seakan mengakui paham astrologi masa jahiliyah, tetapi diakhiri dengan keyakinan tauhid.
Berkah artinya kebaikan tak berhingga yang hanya diketahui dan dilimpahkan oleh Allah kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Sebagai kebaikan tak berhingga yang hanya diketahui oleh Allah, berkah itu tidak dapat dikuantifikasi dan pemahamannya bersifat subyektif. Oleh karena itu, hanya dengan melalui sumber normatif (ayat dan hadits), kita dapat memahami kapan dan dimana berkah itu berada. Salah satunya ada di bulan Ramadan. Namun, keberkahan itu hanya akan didapat apabila kita mengerjakan kebaikan. Dalam surah ke-17 ayat 7, Allah menegaskan bahwa jika kamu berbuat baik, sesungguhnya engkau berbuat baik untuk dirimu, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, Ramadan bukan bulan libur, Ramadan adalah bulan kerja untuk meraih keberkahan.
Bulan keimanan. Sangat jelas bahwa perintah puasa (2:187) diawali dengan sapaan “Hai orang-orang beriman” yang diakhiri dengan “semoga kalian menjadi orang-orag yang bertakwa”. Bertakwa adalah sikap dan perilaku manusia terbaik di hadapan Allah (49:13). Ramadan bagaikan mesin yang menerima input orang yang beriman unutk diproses menjadi out put dan outcome orang bertakwa. Proses ini tentu cukup rumit dan tidak semua orang akan berhasil. Kata “la’alla..) di ujung ayat 183 al-Baqarah memberi makna harapan yang mungkin berhasil dan tetap berpeluang gagal. Dengan demikian, banyak orang yang sudah berpuasa, tetapi hasilnya hanya lapar dan haus (HR Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad). Agar Ramadan berhasil mengantar kita menjadi muttaqin, dua hal penting yang harus diwujudkan, pertama mengisi siangnya dengan puasa dan malamnya dengan ibadah. Kalaupun tidur, niyatkan ibadah. Kedua, jadikan bulan Ramadan sebagai pengendalian diri dari keinginan yang tidak bermanfaat. Ingat, bulan puasa itu hakikatnya adalah bulan pengendalian (al-imsak).
Bulan keselamatan. Banyak orang terlalu sederhana memaknai kata “salamat” . Selamat dipahami sebagai zero musibah. Dunia ini tempat berbagai musibah dan bencana sebagai akibat keterbatasan dan kenisbian alam serta kefanannya. “Selamat” adalah kemampuan jiwa seseorang dalam menghadapi berbagai rintangan. Kata “selamat” berasal dari akar kata “salima” yang artinya damai. Jadi selamat artinya kemampuan jiwa berdamai dengan berbagai musibah. Al-Quran menyebutnya sebagai orang yang sabar (2: 155-156). Ramadan dengan segala sikap dan praktik pengendalian diri saat puasa dan bangun malam/sahur, memungkinkan orang beriman akan memperoleh kekuatan dan kekokohan jiwa dalam menghadapi kehidupan yang penuh cobaan. Dia dapat mengarungi lautan dan gelombang kehidupan yang sangat dahsyat dan dapat selamat hingga akhir hayatnya.
Bulan kepasrahan. Kepasrahan sangat terasa dalam ibadah Ramadan, mulai dari niyat berpuasa hingga semua ibadah di malam harinya. Kepasrahan yang paling dalam tentu saat akhir Ramadan melalui i’tikaf. I’tikaf adalah ibadah yang dilaksanakan dengan zikir dan kontemplasi, merenungi hakikat kehidupan. I’tikaf akan membawa manusia dalam pelukan Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dalam kehangatan pelukan Tuhan itulah segalanya akan tenggelam dalam keabadian rahmat-Nya.
Mari kita sambut Ramadan yang mulia dengan niyat beribadah, berbuat baik, dan berkontemplasi. Semoga.
(bersambung)