Niat Manajemen Mutu: Catatan Sertifikasi ISO 9001: 2015 dan ISO 21001: 2018

Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.

Tanggal 15 – 17 Mei 2023, UIN Antasari menjalani audit eksternal tahap II dalam program Sertifikasi ISO 9001:2015 dan ISO 21001:2018 terkait sistem manajemen mutu bagi organisasi pendidikan. M. Ainun Najib, S.E., M.M. dan  Ahmad Rudyanto, M.T. dua auditor dari lembaga sertifikasi PT Decra Group Indonesia melakukan uji lapangan  dalam upaya memastikan proses layanan  mutu yang diberikan kepada masyarakat berjalan sesuai standar internasional. Dalam hal ini, FEBI UIN Antasari juga termasuk dalam salah satu unit kerja yang diaudit. Dengan sekitar 2,5 jam, cheking panduan, data, prosedur, dan implementasi, ditemukan sekitar dua belas “kesalahan” yang harus dibetulkan.  Menanggapi temuan ini, selaku dekan, saya mengatakan, yang penting kita sudah punya niat untuk mewujudkan misi ISO ini. Dalam hadits riwayat Thabrani, “niat seorang mukmin lebih baik dari pekerjaannya”, maksudnya niat baik sudah dipasang dan harus mengawali setiap pekerjaan baik.

Bagi saya orang desa yang nyasar hidup di kota dan bekerja di sektor pendidikan formal, istilah ISO dan manajemen mutu pada mulanya terasa asing. Namun, kehidupan global ditambah dengan kecanggihan era informasi digital mendorong kita masuk dalam alam yang benar-benar berbeda dengan kehidupan masa lalu. Dulu, dalam sektor formal pun, aktivitas suatu lembaga tidak banyak prosedur tertulis, semua berjalan atas dasar kesadaran ingin bekerja memberi layanan terbaik dan terus lebih baik. Dengan niat dan harapan mendapat rida Tuhan, semua berjalan dengan amanah dan relative memuaskan. Saat ini, untuk mendapatkan sertifikat standar layanan bergengsi, diperlukan kriteria yang cukup banyak dan didukung dengan kelengkapan prosedur tertulis.  Ada beberapa kawan berkelakar, persyaratan untuk mendapatkan suatu sertifikat  tampak lebih sulit dari mengurus tiket masuk sorga.

Niat berarti kehendak hati yang tulus untuk mendapat rida (perkenan) Tuhan dalam setiap perbuatan. Dari definisi ini paling tidak ada tiga hal yang  menjadi catatan.

Pertama, niat adalah soal manajemen hati. Hati manusia sangat tergantung pada kesadarannya. Kesadaran hati berasal dari kebersihannya. Kebersihan hati  tergantung pada ketulusan hidupnya. Ketulusan adalah keikhlasan. Ikhlas berarti bersih. Hanya untuk mengharap reward dari Tuhan, Pencipta, Pengatur, dan Pemilik semesta alam. Dari sini kita dapat memahami mengapa hanya hamba-hamba Allah yang diberi keikhlasan yang diselamatkan (dari godaan Iblis). Karena hanya manusia yang ikhlas yang mampu mengelola hatinya. Jadi ada siklus magnetik dalam setiap batin seseorang. Siklus itu pada saatnya akan memunculkan sikap dan perbuatan.

Kedua, tujuan setiap perbuatan hanya mengharap rida Tuhan.  Bagi kita orang awam, boleh jadi tujuan pengabdian kita adalah penghargaan yang bersifat material dan berasal dari manusia (atasan). Hal semacam ini tidak berarti salah, selama yang bersangkutan masih dapat meneruskan perjalanan niatnya hingga puncak, pada perolehan rida Tuhan sebagai ultimate goal. Tidak mudah meluruskan niat hanya karena Allah dalam setiap perbuatan. Perlu latihan, seperti memberi makan binatang dan bahkan memelihara setiap ciptaan Tuhan. Karen Amstrong dalam Sacred Nature bahkan menegaskan, (sesuai dengan ajaran Alquran) bahwa untuk menciptakan kesadaran  lingkungan diperlukan kepahaman bahwa dalam setiap partikel alam ada dimensi (tanda, ayat) ketuhanan (ilahiah). Memberi layanan kepada setiap ciptaan-Nya adalah penghambaan diri kepada-Nya. Penghambaan itu mendatangkan rida-Nya.

Ketiga, niat berarti soal pembangunan kapasitas individu. Dari individu-individu yang baik akan terwujud komunitas yang prima, dan pada akhirnya mewujudkan koor irama pengabdian yang diharapkan.

Dr. Adian Husaini, MA, Ketua Dewan Dakwah Indonesia, penulis berbagai buku tentang Pendidikan Islam,  suatu saat pernah ditanya.  Lembaga pendidikan mana yang paling baik. Dengan penuh keyakinan dia menjawab, lembaga pendidikan pesantren. Alasannya, sederhana, pendidikan pesantren bertujuan mencetak manusia-manusia ikhlas dan jujur.

Oleh karena itu, sebagai ikhtiar, mari kita sukseskan sertifikasi ISO dan mari juga jangan lupa dengan soal keikhlasan. Keikhlasan kita bisa jadi akan menentukan segalanya, seperti model organisasi masa lalu.