
Ramadan Karim 2: Ramadan dan Soal Pola Makan
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.
Bila dikaitkan dengan kehidupan modern, Ramadan mungkin lebih tepat dibicarakan dengan soal gaya hidup belanja makanan dan minuman. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai mengantar manusia pada era kemakmuran. Dalam bidang kesehatan, manusia sudah mampu mengurangi dampak penyakit menular melalui penemuan vaksin dan proses imunisasi. Cacar misalnya yang pernah menjadi momok bagi kakek dan nenek kita di awal abad ke 20, sekarang sudah mampu ditundukkan melalui vaksin. Dalam bidang pangan, dengan kemajuan riset bidang pertanian, kita dapat melakukan diversifikasi pangan, sehingga hampir tidak ada lagi orang mati karena kelaparan. Demikian pula kematian akibat perang, sejak lahirnya PBB, kita sudah dapat membangun hidup yang damai meski berbeda agama, ras, dan Negara. Demikianlah, tiga faktor penyebab kematian: virus, kelaparan, dan perang, sungguh dapat kita atasi dengan baik.
Namun, apakah manusia modern semakin sehat dan semakin punya harapan hidup yang tinggi? Belum tentu. Sebuah studi yang dipublis oleh The Lancat Public Healt pada 18 Februari 2025 mengungkap tentang melambatnya peningkatan harapan hidup di negara-negara Eropa, khususnya pada rentang era 2011-sekarang (Harian Kompas 25 Februari 2025, 8). Peneliti utama, Nick Steel dari Norwich Medical School, Univercity of Anglia, London mengatakan bahwa kemajuan dalam kesehatan masyarakat dan kedokteran pada abad ke-20 seharusnya menghasilkan harapan hidup yang meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi. Survei yang dilakukan pada 20 negara Eropa menunjukkan ada masalah (variabel) baru yang harus dicermati terkait usia harapan hidup manusia. Para peneliti berkesimpulan, hal itu terkait dengan soal gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Apakah hal ini hanya terjadi pada Negara-negara Eropa, tampaknya tidak. Gaya hidup dan pola makan tidak sehat malah menjangkiti semua Negara akibat dari globalisasi dan kemudahan mendapatkan makanan melalui kemajuan komunikasi dan transportasi.
Dari sinilah kita mendapatkan momentum puasa. Puasa adalah menahan (imsak). Dulu awalnya puasa itu bahkan sekitar 21,5 jam, sejak isya hingga magrib. Mungkin itulah sebabnya mengapa makan malam disebut dalam bahasa Arab dengan “asya”. Lalu kemudian, karena itu terasa berat bagi umat Islam, hingga Allah menurunkan ayat 187 surah al-Baqarah. Melalui ayat ini, puasa diperisngkat menjadi mulai fajar dingga tenggelam matahari. Dengan puasa, kita menahan makan, minum, dan hubungan suami isteri, tiga kebutuhan manusia yang sangat vital namun membawa risiko. Ada dampak yang diingatkan oleh Tuhan apabila manusia tidak dapat mengendalikannya. Manusia memang diberi potensi berkeinginan (nafsu) yang didukung dengan kemampuan menangkap data (panca indera) serta analisis (akal) sehingga kehidupannya berkembang luar biasa. Namun, dibalik nafsu ada ketidakterbatasan keinginan yang berpotensi menghalalkan segala cara, dan nyaris tidak dapat dikendalikan. Itulah yang disebut Allah dengan “hawaa” (QS 79:40). Orang yang berpuasa, karena iman dan kemampuan menghitung/menganalisis dengan akalnya, akan dapat selamat dari hawa nafsunya.
Soal makan dan minum bagi manusia sangat jelas sebuah godaan yang luar biasa di era sekarang. Selera makan yang tinggi, bumbu penyedap yang nyaris sempurna, kemampuan finansial yang memadai, di tambah dengan kemudahan akses makanan yang diinginkan melalui media elektronik, menjadikan manusia sempurna sebagai hamba perut. Inilah yang diingatkan Allah dalam surah ‘Abasa ayat 24, “Secara terus menerus, manusia wajib memikirkan makanannya, (apakah makanan itu bermanfaat atau membawa mudarat)”. Saya sengaja menerjemahkan ayat ini dengan “secara terus menerus ……”, karena ayat tersebut menggunakan “fiil mudlari’” yang dibubuhi dengan “lam amar” suatu perintah yang tidak selesai dalam sekali penunaian. Demikian pula pada ayat lain, al-A’raf: 31, Allah mengingatkan agar manusia jangan melampaui batas dalam makanan dan minuman.
Dengan demikian, nampaklah bahwa puasa berdampak pada kesehatan mental dan fisik sekaligus selama kita melaksanakannya dengan penuh kearifan, salah satunya mengendalikan makan dan minum saat berbuka dan malam hari.
Selamat berpuasa (bersambung).