Coaching Menulis Jurnal (lanjutan): Menulis Data

Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.

Saat mau mengikuti pelatihan, saya dan beberapa kawan sempat bingung. Hal itu disebabkan oleh tidak ada kejelasan saat setelah kami terdaftar secara online sebagai calon peserta, apa yang harus disiapkan untuk kelancaran  dan keberhasilan pelatihan yang direncanakan berjalan selama 6 hari, yakni menulis satu draft jurnal yang kira-kira dapat diterima publikasi bereputasi. Kata seorang kawan, ya yang penting jaga kesehatan dan bawa laptop. Kesehatan berkaitan dengan waktu belajar yang relatif padat. Laptop adalah sahabat yang tidak pernah marah.  Mungkin saya yang paling bingung di antara para peserta yang berjumlah 14 orang tersebut.  Tidak ada petunjuk tentang apa yang harus dibawa sebagai modal pelatihan, tampaknya suatu hal yang disengaja oleh panitia, agar setiap peserta bisa rileks dan tanpa beban saat mau mengikuti pelatihan. Jadi ibarat air, biarkan mengalir perlahan sampai jauh.

Terkait urgensi kesehatan, ternyata sangat benar. Materi pembelajaran yang sangat padat ditambah waktu penulisan mandiri yang menggantikan zikir pagi dan petang, dan juga konsultasi dengan mentor cukup menyita waktu dan membutuhkan kalori yang sempurna. Untunglah, tim konsumsi sangat paham dengan ini. Jadwal dapur untuk tiga kali makan, tiga kali snack disuguhkan dengan menu bergizi. Tampaknya IA Scholar Foundation sangat paham soal gizi seimbang untuk asupan para pejuang. Di samping itu, semua jenis kopi di nusantara juga disiapkan, beberapa jenis teh dalam kemasan tradisional juga ada. Beberapa jenis jamu dan jus buah juga siap. Makanan ringan juga terhidang disemua meja kerja dan meja belajar mandiri. Serasa di restaurant, pikir saya.

Setelah diberi tuntunan tentang “kotak Pandora” (seperti dalam tulisan sebelumnya),  kami mulai diekplorasi pengetahuannya tentang data, data yang sesuai dengan kemauan/kesenangan/kecenderungan yang berasal dari pilihan disiplin keilmuan yang selama ini ditekuni sebagai dosen, tentang apa saja, bebas. Yang diperlukan data-data itu ditulis dengan baik. Kata Prof. Irwan, tidak mungkin dengan begitu lama telah mengajar, meneliti, mengamati, kita tidak punya data. Yang terjadi kata Prof Irwan (sambil berkelakar) mungkin terlalu banyak data sehingga kita bingung mau menulis apa. Saya pikir benar juga, bahwa kita tidak terbiasa berpikir sistematis dan menuliskannya secara baik tentang data yang begitu banyak kita punyai. Atau saya pikir, untuk kasus saya, mungkin terlalu banyak ceramah dari pada menulis. Haha. Ini hanya alibi.

Menulis data terlihat sederhana, tetapi membutuhkan sistematika yang benar, paling tidak benar menurut tradisi (template) jurnal. Paling tidak ada tiga bagian data yang harus ditulis terkait dengan focus masalah yang diteliti. Setiap bagian data divisualkan dalam bentuk tabel, matrik, foto, skema, dan lain-lain. Visulisasi data diantar dengan sebuah paragraf pembuka. Visualisasi data ini penting agar data menarik pembaca. Karena setiap tulisan dalam jurnal bertujuan untuk dibaca sebanyak orang. Ibarat desain sebuah rumah, developer harus menampilkan foto dengan arsitektur menawan.  Setelah divisualkan, data tersebut diulas ulang dalam sebuah statmen. Hal ini disebut dengan restatement. Restatement penting untuk menjelaskan data dalam bentuk narasi yang lebih mudah dipahami pembaca. Berikutnya adalah membuat deskripsi atau penjelasan terhadap data dengan melihat pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan data dengan membuat hubungan-hubungan. Dengan deskripsi ini, dianalisis dengan berbagai teori yang ada dalam discussion  mulai kelihatan kesimpulan-kesimpulan atau pola-pola data yang menjadi temuan (novelty) suatu penelitian. Bagian terakhir adalah interpretation, yaitu menerjemahkan deskripsi data  menjadi temun penelitian.

Kalau menulis data minimal tiga bagian, setiap bagian mengharuskan empat paragrap (pengantar visualisasi, restatement, description, dan interpretation), maka data ditulis dalam dua belas paragrap. Itulah PR hari pertama pelatihan. Teori penulisan yang disampaikan nara sumber sekitar tiga jam (09.00-12.00) dilanjutkan dengan PR sejak sehabis zuhur hingga magrib bahkan hingga malam hari. Namun dengan semangat belajar yang tinggi, didukung oleh fasilitator bagai seorang kyai,  dengan fasilitas yang cukup serta asupan gizi yang baik, semua dapat berjalan dengan santai dan serius. Untuk meregangkan otot, pagi-pagi sehabis shalat subuh hingga makan pagi, kami tidak melewatkan jogging di sekitar tempat pelatihan yang masih asri dan berhawa dingin.

(bersambung)