Fasih Mengaji
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag
Di kolum ini, setahun yang lalu, 7 September 2022, saya ulas latar belakang mengapa program Febi Fasih Mengaji (FFM) harus kita lahirkan. Intinya, secara kelembagaan, FEBI memimpikan semua lulusannya bukan hanya cerdas dalam keilmuan, tetapi juga berakhlak dalam kepribadian yang salah satu tandanya adalah terampil dalam membaca Al-Quran. Meski terasa prematur, janin FFM setelah berumur sekitar 2,5 bulan (pertengahan Juni 2022 – Agustus) lahir dengan selamat. Ada 21 Dosen Pembina yang bersedia mengasuh anak baru lahir ini. Melalui kesabaran Ustad Abd Adim, M.Ag, buku panduan pun ikut dilahirkan. ‘Alaa kulli haal, program ini berjalan dalam kesunyian dan keikhlasan. Tidak ada yang dapat diberikan kepada para pengasuh sekaligus pembina dan pengajar, kecuali goresan tanda tangan dalam surat keputusan sebagai penghargaan. Semoga pahala dilimpahkan kepada mereka. Amiin.
Perjalanan FFM dalam setahun tampak masih terseok seok, ibarat mobil yang relatif baru, namun infrastruktur jalannya masih berbatu. Kesuksesan FFM rupanya tidak cukup hanya bermodal niat dan tujuan mulia, namun rekayasa yang dilakukan masih terkesan sangat sederhana, memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk mengatur waktu bertemu dosen Pembina. Hasilnya, tidak semua mahasiswa yang sudah tergabung dalam daftar kelompok Pembina memanfaatkan keseriusan Pembina untuk siap mengajar sesuai waktu yang disepakati. Sekali meredeka, merdeka sekali.
Tanggal 6 September 2023 yang lalu, tim Pembina dan pimpinan FEBI UIN Antasari melakukan rapat untuk menentukan strategi evaluasi dan langkah-langkah strategis ke depan. FEBI harus terus berupaya untuk kesuksesan program fasih mengaji ini. Melalui rapat tersebut lahirlah Edaran Dekan nomor 737 tanggal 11 September yang berisi teknis evaluasi FFM ini.
Salah satu dari butir isi edaran tersebut menyatakan bahwa mahasiswa angkatan 2022, 2023, dan yang belum lulus Program FFM akan mengikuti Program Tahsin yang dilaksanakan oleh Unit Keterampilan Keagamaan FEBI UIN Antasari (akan dibentuk segera). Secara struktural, Unit Keterampilan ini direncanakan berada langsung di bawah Dekan dan akan mengelola tiga bidang: Tahsin Al-Quran, Keterampilan Ibadah, dan Ketarampilan Public Speaking. Kita berharap, unit ini akan diisi oleh para mahasiswa berbakat sebagai mentor di bawah koordinasi dosen. Semoga niat ini akan terwujud dan mendapat dukungan dari pimpinan dan dosen FEBI UIN Antasari.
Mungkin ada yang bertanya, termasuk mahasiswa, apa kaitannya antara kefasihan mengaji dengan kualitas akademik lulusan. Jawabannya, secara empirik mungkin tidak ada. Namun, secara teologis dan imani, ada keterkaitan antara kecerdasan spiritual dengan ketahanan jiwa yang berdampak pada kemampuan menghadapi tantangan. Tantangan saat ini dan masa depan dimaksud bukan hanya yang bersifat fisik, namun juga yang lebih dahsyat berbentuk serangan nonfisik berupa kegoncangan jiwa, kehampaan hidup, dan kegalauan rasa. Tantangan itu akan terwujud bagi para mahasiswa yang secara biologis berada pada puncak masa remaja. Dalam teori psikologi perkembangan, masa remaja adalah masa transisi antara ketergantungan (fase anak-anak) dan kemandirian (masa dewasa). Pada fase ini, setiap anak harus memiliki pegangan yang kuat, salah satunya adalah spiritualisme. Keganasan badai tantangan ini diperkuat oleh era media digital yang secara masif menerjang ufuk kehidupan kira. Era digital meniscayakan semua menjadi terbuka. Keterbukaan akan menghantam kejiwaan setiap orang. Era digital menyajikan tsunami informasi yang sebagian membuat kita shock, akhirnya stress dan membawa penyakit akut yang tidak mudah disembuhkan.
Di sinilah kita dapat mengerti makna sebuah hadits Nabi (Hadits ke-1334 Riwayat Bukhari):
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya dari ‘Ubaidullah berkata, telah menceritakan kepada saya Khubaib bin ‘Abdurrahman dari Hafsh bin ‘Ashim dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Ada tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah dibawah naunganNya (pada hari kiamat) yang ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya. Yaitu; Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ‘ibadah kepada Rabnya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, “aku takut kepada Allah”, seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri sendirian hingga kedua matanya basah karena menangis”.
Kalau kita perhatikan makna hadits tersebut, lima dari tujuh yang diselamatkan Allah dalam hidupnya, baik di dunia atau di akhirat, adalah mereka yang kualitas spiritualitasnya sangat kuat. Semoga upaya kita dalam mewujudkan cita-cita fasih mengaji ini menjadi bagian dari membekali anak-anak kita demi ketahanan jiwa mereka menghadapi tantangan kehidupan. Amin.