Bulan Haram
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag
Dengan tujuan memenuhi keinginan duniawi karena kerakusan, masyarakat Jahiliyah seperti kerasukan setan. Mereka mengubah regulasi status bulan haram yang telah ditetapkan Tuhan. Tuhan menegaskan bahwa bulan Zul Qa’idah, Zul Hijjah, Muharram, dan Rajab menjadi bulan-bulan haram. Status “haram” bagi empat bulan tersebut di tangan masyarakat jahiliyah dapat saja bergeser. Biasanya pergeseran itu terkait dengan keinginan mereka untuk berperang dan berbuat aniaya terhadap kelompok masyarakat lain yang sebenarnya juga menganiaya diri mereka sendiri. Masyarakat Jahiliyah sejak lama mengenal ada waktu-waktu tertentu untuk mereka harus hidup dalam kedamaian penuh kebaikan. Mereka menghormati waktu-waktu tersebut, sehingga disebut dengan bulan haram. Kata “haram” berarti dihormati dengan berbagai pantangan. Namun, untuk kepentingan pemenuhan kerakusan dan nafsu duniawi, status “haram” dapat berubah ke bulan-bulan lainnya selain empat bulan tersebut.
Itulah sabab nuzul ayat 36 dan 37 surah At-Tawbah yang menjelaskan bahwa “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya karena mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” “Sesunggunya pergeseran bulan haram itu adalah penambahan kekufuran…”
Kata “menzalimi diri” dalam ayat tersebut terkait dengan prilaku menurutkan hawa nafsu untuk pemenuhan fisiologis belaka, seperti makan, minum, sandang, papan, dan penampilan-penampilan fisik keseharian. Pemenuhan aspek fisiologis zaman jahiliyah dilakukan melalui cara-cara yang tidak beradab, seperti peperangan dan perampokan.
Dari sabab nuzul (latar belakang) turunnya ayat inilah kita dapat memahami mengapa dalam lima hadits yang berkenaan dengan fadilah bulan haram, terutama bulan Muharram, adalah dengan berpuasa, menahan lapar dan haus sejak terbit fajar hingga terbenam matahari di horizon barat.
Puasa adalah satu-satunya ibadah yang sangat nyata ingin membawa pelakunya ke dalam cara hidup spiritual, cara hidup rahib, cara hidup sufi, yaitu cara hidup melawan arus hedonisme, melawan laku hidup serba boleh demi mencapai duniawi. Oleh karena itu, puasa adalah ibadah lintas zaman. Ayat 183 Al-Baqarah menegaskan bahwa kewajiban puasa berjalan sejak lama bagi segenap umat sebelum era Nabi Muhammad.
Dalam penelitian ilmiah, terutama yang dilakukan oleh Agus Mustofa, penulis buku-buku Islam Best Seller Serial Diskusi Tasawuf Modern, seperti yang diuraikannya dalam buku “ Untuk Apa Berpuasa, Scientific Fasting” puasa bukan hanya terkit pendidikan spiritual, tetapi juga berpautan dengan soal kesehatan fisik.
Dalam buku tersebut dia menguraikan bahwa suatu saat sehari sebelum Ramadan, dia dan kawan-kawan menjadi relawan untuk mencari bukti bahwa puasa itu membawa sehat. Untuk itu, dia dan kawan-kawan melakukan medical check up pada hari terakhir Sya’ban. Hasil check up tersebut menunjukkan ada bebarapa ketidaknormalan dalam tubuh. Medical check up dilakukan lagi pada hari ke sebelas Ramadan setelah berpuasa sepuluh hari. Hasilnya menunjukkan ada perubahan ke arah yang lebih baik. Chek up yang sama juga dilakukan pada hari ke 21 setelah dua puluh hari berpuasa. Hasilnya menuju pada situasi normal. Selesai Ramadan, check up dilakukan lagi. Hasilnya mencapai titik normal. Dari sinilah Agus Mustofa menyimpulkan bahwa dalam berpuasa terjadi tiga proses. Detoksifikasi (penggelunturan racun), rejuvinasi (peremajaan sel), dan stabilisasi (kondisi stabil/normal). Kalau racun itu adalah bahasa lain dari dosa, maka wajar ketika ada ulama yang mengatakan bahwa sepuluh hari pertama adalah magfirah (saat keampunan). Peremajaan sel adalah kata lain dari rahmat, sehingga sepulh hari kedua adalah rahmat (kasih sayang Allah). Adapun sepuluh hari terakhir adalah proses normalisasi atau ítq min an-nar.
Selamat berpuasa Muharram untuk meraih titik kesehatan fisik dan spiritual yang lebih baik.