Kemuliaan Petani
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.
Tanggal 24 Mei 2023 yang lalu saya berkesempatan ikut dalam acara yang unik, Program INKLUSI kluster Sekolah Tani, yang dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Banjar. Sebagai salah satu nara sumber, saya didaulat untuk sesi provokasi dengan materi “Perempuan dan Alam”. Peserta kegiatan yang kesemuanya ibu-ibu ini berjumlah 30 orang, berasal dari tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Banjar: Astambul, Beruntung Baru, dan Karang Intan. Mereka diberi wawasan tentang penting dan mulianya para petani sebagai hulu dari ketahanan pangan dan hilir kelestarian hijaunya alam. Program ini, menurut pelaksana, Ibu Dra. Hj. Nadiyah, MH dan Ibu Dra. Naimah, MH bertujuan untuk meningkatkan peran perempuan di sektor ekonomi dan kepemimpinan, khususnya ekonomi berbasis pertanian.
Kegiatan ini menjadi sebuah perjuangan positif ditengah berkurangnya minat anak muda menekuni dunia tani, meski tumpah darah kita berstruktur agraris. Mungkin karena bertani tidak menghasilkan sesuatu secara langsung dan cepat, petani memerlukan durasi waktu bersabar untuk dapat melihat hasil yang dapat dipanen. Bertani sangat berbeda dari aktivitas ekonomi sektor barang dan jasa yang hasilnya dapat dinikmati secara langsung. Bertani, mungkin, dipersepsi sebagai kegiatan yang mengesankan kotor, kampungan, dan tidak mentering.
Kegiatan Sekolah Tani yang diprakarsai PDA Banjar kerjasama dengen Program Inklusi PP Aisyiyah ini ingin mengajarkan yang berbeda. Pertama, perempuan bukan komunitas kelas dua dalam struktur sosial. Perempuan juga tidak identik dengan sektor domestik. Perempuan adalah pendamping laki-laki dalam semua bidang. Dalam syariat Islam, perempuan memang tidak sama dengan laki-laki, baik pada aspek fisik maupun psikis. Perbedaan itu adalah fitrah fungsional. Perbedaan itu tidak diartikan sebagai superioritas salah satu pihak terhadap yang lain.
Kedua, program ini ingin memberi pesan bahwa bertani adalah kegiatan mulia. Mulia karena mengandung hikmah keperibadian dan bertujuan untuk kemaslahatan alam. Rasa bersatu dengan alam mengajarkan persahabatan dan penghargaan terhadap semua ciptaan. Rasa bersahabat dengan alam menjadi dasar apresiasi, konservasi, dan restorasi terhadap lingkungan. Semua partikel alam adalah saudara yang harus dihargai. Alam tidak dianggap sebagai objek yang melayani manusia yang dengan persepsi itu, eksploitasi alam terus terjadi. Alam juga tidak dianggap sebagai makhluk tertinggi sehingga dipuja dan dipertuhankan. Alam adalah saudara yang hidup dan berperasaan. Alam selalu bertasbih, meski kita tidak mengerti tasbih mereka (QS. An-Nur 41 dan Al-Isra 44).
Ketiga, kesabaran adalah tradisi dalam profesi bertani. Mereka mengolah lahan, menanam, merawat, hingga memanen. Semau dilalui dengan penuh tawakkal dan kesabaran. Tingkat stres petani relatif rendah. Suasana hijau dan teduh membawa suasana batin terasa nyaman. Udara sekitar ladang yang penuh dedaunan jauh dari polusi memberi oksigen bersih bagi paru-paru. Dengan demikian, sangat tepat ketika petani disebut dakam bahasa Arab dengan “fallaah” (keberuntungan).
Keempat, di tangan petani tersemat dukungan program global ekonomi hijau. Ekonomi hijau merupakan sebuah konsep relasi antara ekonomi, masyarakat, dan lingkungan yang bertransformasi pada proses produksi dan pola konsumsi, berkontribusi pada pengurangan limbah, polusi, serta dengan penggunaan yang efisien terhadap sumber daya, bahan, dan energi. Semua ini akan merevitalisasi dan mendiversifikasi ekonomi, lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pemerataan.
Sebagai agama fitrah, Islam memiliki ajaran sempurna tentang semua hal, termasuk ekonomi. Secara falsafah, kata “Islam” sendiri bermakna mendamaikan dan mensejahterakan. Aslama – yuslimu – islaaman. Falsafah itu kemudian menghasilkan rumusan general tentang kehidupan duniawi yang harus dijalani berdasar tujuan asasi agama Islam, maqashid syari’ah. Maqashid syari’ah sendiri tidak lain adalah kepentingan publik yang harus diwujudkan, dipelihara, dan dikembangkan secara dinamis. Ada lima hal yang ingin diwujudkan syariah: eksistensi agama, jiwa, akal, kehormatan/keturunan, dan kepemilikan (hifzh al-din, hifzh al–nafs, hifzh al –‘aql, hifzh al-nasl, hifzh al –mal). Dalam aspek ekonomi, tentu dengan falsafat dan maqashid syari’ah, Islam menuntun agar aspek maslahat terus diwujudkan dan aspek mafsadat ditekan sekecil mungkin. Konsep upaya mewujudkan maslahat dan menekan mudarat ini dirumuskan dalam teori-teori hukum Islam bidang muamalah, qawa’id fiqhiyyah fi al-mu’amalah, termasuk di dalamnya soal penerapan konsep konservasi dan restorasi ligkungan dalam produksi dan konsumsi serta pemanfaatan sumber daya alam.
Betapa mulianya para petani yang setiap hari, pikiran, sikap, dan prilaku mereka akan menentukan masa depan bumi dan alam. Sukses untuk program Inklusi PDA Aisyiyah Kabupaten Banjar kluster “Sekolah Tani”