Bertemu Tuhan (Renungan Ramadan 1444 H Bag. II)
Oleh : Dr. H. Sukarni, M.Ag
Mungkinkah manusia bertemu Tuhan. Jawabannya sangat beragam. Ada yang mengatakan tidaklah mungkin manusia yang bersifat relatif berjumpa dengan Tuhan yang mutlak. Yang terjadi hanyalah suasana dekat tanpa jarak. Namun, banyak aliran, terutama dalam dunia sufi yang mengatakan bahwa pertemuan dengan Tuhan dapat terjadi bagi orang-orang yang mengusahakannya. Adanya konsep dan pengalaman spiritual pertemuan bahkan penyatuan dengan Tuhan seperti dalam teori ittihad, hulul, wahdatul wujud, dan fana adalah bukti kemungkinan itu. Meski pengalaman itu sering hanya bersifat pribadi dan tidak dapat digeneralisasi.
Bertemu Tuhan didefinisikan dengan melihat dan merasakan dengan hati dan jiwa keberadaan dan kehadiran Tuhan dalam bentuk yang tidak dapat dibagaimanakan (bilaa kayfa). Dalam al-Quran, bertemu Tuhan paling tidak dilakukan melalui tiga media puasa, zikir, dan amal saleh.
Ayat-ayat lanjutan dari kewajiban berpuasa, seperti ayat 186 al-Baqarah menegaskan bahwa siapapun dari hamba-Nya yang bertanya tentang Dia (Allah), maka jawablah, Dia dekat. Dia mengabulkan permohonan yang meminta. Hanya saja, bagi siapa yang sudah mendapat pengabulan atas pintanya, hendaklah terus taat dan beriman agar mereka terus menerus mendapat petunjuk.
Proses ibadah puasa diawali dengan hidup sebagai manusia normal di malam hari. Pada saat itu, manusia beriman dapat makan, minum, dan berhubungan keluarga. Namun kebebasan itu hanya sampai terbit fajar. Setelah itu, manusia beriman dibawa dalam hidup asketik (zuhd). Hidup dalam dimensi ilahi, menikmati dunia dalam kesadaran kebesaran Tuhan. Hati dan jiwanya melayang ke hadirat Tuhan. Hidup zuhud dilakukan hingga tenggelam matahari. Dengan meninggalkan dimensi duniawi dan tenggelam dalam keagungan ilahi, manusia beriman dapat merapat dengan Tuhannya. Selama Ramadan, manusia beriman dibawa dalam hidup zuhud ini. Di malam haripun, manusia beriman tetap didorong dalam ibadah melalui qiyam Ramadan. Nanti di sepuluh terakhir, seperti yang dilakukan Rasulullah, masjid sebagai tempat bersujud adalah rumah pertamanya melalui ibadaha i’tikafnya.
Bertemu Allah dilakukan juga melalui memperbanyak bisikan kepada-Nya dengan zikir dan tafakkur. Dalam surah al-A’raf ayat 205, Allah tegaskan “Sebutlah Tuhanmu di dalam jiwamu dengan rasa rendah diri, takut, dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang. Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lupa.”
Berzikir artinya berbisik. Berbisik artinya menyampaikan sesuatu kepada lawan bicara tentang berbagai hal dengan harapan mendapatkan simpati dan empati. Dalam ayat 205 tersebut, ditegaskan bahwa Tuhan ada dalam jiwa, sangat dekat. Dalam surah Qaf ayat 16 digambarkan bahwa Allah telah menciptakan manusia dan mengetahui bahwa ada waswis dalam jiwanya (bisikan negatif). Namun bisikan itu dapat dijinakkan dengan berbisik kepada Tuhan, karena Tuhan sangat dekat, lebih dekat dari urat nadinya. Dalam surah an-Nas dijelaskan bahwa pembisik itu disebut khannas. Dia akan selalu datang dalam jiwa manusia, tetapi akan lari bila manusia mengaktifkan zikirnya kepada Allah. Melalui aktivasi zikir, pertemuan, kedekatan, hingga persatuan dengan Tuhan dalam rasa dan jiwa akan terwujud.
Bertemu Allah juga dapat dilakukan melalui media amal saleh dan kebulatan keyakinan kepada-Nya. Begitu yang dapat kita ambil petunjuk dari ayat terakhir surah al-Kahfi. “… barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia beramal saleh dan tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu juapun. Amal saleh adalah tempat bertemunya antara manusia dan Tuhan. Allah mencintai kebaikan dan kebajikan. Kebaikan dalam arti kebenaran dan kebajikan berarti tindakan baik yang menghasilkan manfaat bagi dirinya, sesama manusia dan alam sekitar. Kebaikan dan kebajikan menjadi “pasar” yang dikunjungi setiap orang beriman, karena di situlah dia menemukan Tuhannya.
Ramadan mendidik kita untuk bertemu Tuhan, baik melalui puasa, zikir, maupun kerja-kerja kebaikan dan kebajikan lainnya. Selama Ramadan, kita dididik untuk bekerja dengan penuh keikhlasan agar menjadi amal saleh.
Selamat beribadah Ramadan, semoga tunai. (bersambung).