Generasi Bilah Lidi yang Hilang (3)
Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag (Dekan FEBI)
Adalah Pak Harfan, sang Kepala Sekolah, yang menjadi motor penggerak kesuksesan tim Laskar Pelangi dalam perbagai perlombaan. Beliau begitu ikhlas. Beliau manusia selesai. Beliau mendedikasikan semua hidupnya demi pendidikan. Beliau mati syahid, meninggal saat duduk bekerja di kursi dan meja kerjan kayu yang penuh dengan goresan rayap.
Saat berbalut sedih, saat terpaksa menyusun pidato untuk penutupan sekolah, karena jumlah minimal murid tidak menginjak angka sepuluh, persyaratan minimal jumlah murid baru, keyakinannya akurat. Seorang ibu membawa anak berkebutuhan khusus untuk menggenapi angka sepuluh. Pidato penutupan berubah menjadi pidato harapan. Sekolah itupun tetap berdiri meski semua tiang penyangganya sudah condong ke barat, hampir roboh.
Keikhlasan Pak Harfan dikisahkan sebagai Kepala Sekolah tanpa gajih, berusaha mencarikan dana talangan untuk menggaji guru-guru sekolahnya. Sebagian gurunya harus bekerja di luar jam mengajar. Bu Muslimah harus menerima pekerjaan menjahit pakaian di sore hari dan dihari libur. Mengajar bagi Pak Harfan dan sebagian gurunya adalah panggilan jiwa untuk mencerdaskan masyarakat.
Sebagai manusia selesai, dalam memimpin sekolah, Pak Harfan tidak berpikir untuk dirinya. Perjuangannya mennegakkan pendidikan menenggelamkan kepentinagn dirinya. Bukan berarti dia orang kaya dengan banyak pembantu, bukan berarti dia orang berjabatan tinggi dengan berbagai tunjangan dan fasilitas. Pak Harfan adalah orang yang secara batiniah, jiwanya tidak punya ruang untuk pemenuhan kepentingan dirinya. Dia orang kaya dalam kefakiran, dia pejabat tinggi dalam kejelataan, dia ramai dalam kesunyian. Dia melihat keberadaan dirinya hanya maujud dalam pengabdian. Dia manusia selesai yang menghibahkan semua hidupnya untuk mengabdi. Ketenteraman hidupnya ada dalam pengabdian. Hilang dahaga, ngantuk, dan laparnya dalam pekerjaan.
Mengelola pendidikan adalah jalan sunyi hidupnya yang dilewati. Pendidikan adalah roh kemanusiaan dan jantung peradaban. Pengelola pendidikan menjadi penentu hidupnya kemanusiaan dan berdetaknya jantung peradaban. Satu kata yang diajarkan memberi keselamatan bagi jutaan manusia. Satu ilmu yang di sampaikan menentukan jalannya sejarah peradaban. Ilmu adalah cahaya.
Dia menang dan syahid. Menang tidak berarti tidak kalah. Manang tidak berarti selalu unggul dalam prestasi. Menang adalah saat kehidupan diisi dengan kemanfaatan. Sangat sah kata menang dalam bahasa Arab disebut dengan “falah” satu kata yang berarti juga sebagai “petani”. Petani bukan berarti selalu untung. Petani adalah “orang yang menanam”. Menanam tidak berarti memetik hasil. Menanam adalah menyiapkan buah kebajikan bagi generasi anak cucu dimasa depan. Enam ciri orang yang menang dalam awal surah Al-Mu’minun/23 tidak satu pun bernarasi “tidak kalah/selalu unggul”. Menang diorientasikan dengan kemampuan dan perjuangan berbuat kebajikan sehingga menjadi pewaris sorga firdaus.
Dengan starus syahid, Pak Harfan sebenarnya masih “hidup”, masih dapat mengajar, masih selalu membimbing. “Syahid” berarti disaksikan oleh manusia sepanjang zaman meski dia telah tiada. Al-Quran menyebut “jangan dikira orang-orang yang syahid itu mati, mereka masih hidup dan mendapat rezeki dari Tuhan mereka” (Ali ‘Imran/3: 169). Beliau hidup dengan amal jariyahnya.
Semoga sosok Pak Harfan menjadi inspirasi bagi kita semua sebagai pengelola lembaga pendidikan. Amin.