Memoderasi Pemahaman dan Pengalaman Beragama (Bag. III Habis)
Oleh: Dr. Sukarni, M.Ag (Dekan FEBI)
(Peserta Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama 7-11 Desember 2022)
Pertimbangan kemaslahatan umum, di samping memadukan antara rasio dan dalil, adalah dasar pikiran kedua dari keniscayaan sikap moderasi dalam memahami dan mengamalkan agama.
Konsep kemaslahatan umum (al-mashlahah al-‘ammah, public interest) dalam Islam menjadi dasar keberpihakan Islam terhadap kepentingan bersama lintas agama, budaya, suku, dan bangsa.
Dalam Islam, konsep ini disebut juga dengan maqashid al-syari’ah dengan lima pilar yang harus dipelihara: rasa dan sikap berketuhanan (agama), kesehatan jiwa, kematangan akal, regenerasi yang sehat, dan pengakuan terhadap kepemilikan. KH. Ali Yafie, Ketua Umum MUI Pusat 1990-2000, menambahkan afirmasi terhadap lingkungan menjadi maqashid yang keenam.
Rasa dan sikap bertuhan harus terus dipelihara dan dirawat sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk spiritual. Rasa bertuhan menghadirkan ketenteraman karena ada orientasi hidup yang fokus (ikhlas) dan ada tempat pengembalian segala perkara kehidupan (tawakkal). Rasa bertuhan menciptakan pribadi yang tenang dan penuh semangat. Yang lebih penting lagi, rasa bertuhan menciptakan keteraturan dan kebaikan karena segalanya dicatat dan akan diperhitungkan di hadapan-Nya Yang Maha Adil.
Eksistensi dan kesehatan jiwa menjadi maqashid kedua. Salah satu hak asasi yang diakui bagi segenap makhluk Tuhan adalah hak untuk hidup. Penganiayaan apalagi pembunuhan dilarang dalam agama apapun kecuali atas nama kebenaran, seperti hukuman qishash dan hukuman bagi pemberontak dalam pidana Islam. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pertumpahan darah atas nama perbedaan budaya, suku, dan agama. Setiap orang bisa saling mengakui keberadaan masing-masing dengan tetap berpendirian masing-masing.
Akal sehat adalah bagian ketiga dari maqashid. Akal (‘aql) adalah potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia. Secara bahasa ‘aql artinya mengikat. Mengikat (menyimpulkan) setelah mengurai (menganalisis). Kemampuan akal dalam menyimplkan setiap data yang diterima panca indera unutk diolah menjadi dasar bersikap dan berprilaku. Oleh karena itu, setiap pengurangan apalagi pemusnahan akal sehat adalah diharamkan dalam agama.
Memelihara keberlangsungan generasi adalah maqashid keempat. Islam sangat memperhatikan persoalan ini. Regenarasi diatur sangat ketat dalam Islam. Mulai dari pemilihan jodoh, meminang, pernikahan, walimah, mu’asyarah hingga soal hak dan kewajiban, diatur dengan sempurna dalam Islam. Setiap lembaga perkawinan dengan berbagai atributnya harus dihormati dan dimaknai sebagai upaya kelanjutan generasi.
Pengakuan terhadap hak milik merupakan maqashid kelima. Dalam Islam, kepemilikan terhadap harta benda, baik berupa barang atau jasa, diakui secara relatif. Artinya kepemilikan itu memiliki batas dan aturan. Dalam Islam ada hak-hak sosial yang melekat pada kepemilikan. Zakat dan infak adalah dua hal yang harus ditunaikan. ‘Ariyah (pinjam meminjam), wakalah (perwakilan), kafalah penjaminan) dan qard (huatng piutang) adalah empat transaksi dalam muamalah yang bersifat nonkomersial dalam Islam.
Konsep maqashid ini bila dijadikan dasar dalam kehidupan multikultural akan menghadirkan pola hubungan yang sangat toleran. Semoga.