LOYALITAS

Oleh: Dr. Sukarni, M.Ag (Dekan FEBI)

Setiap kali pelantikan pejabat di lingkungan UIN Antasari, selaku rektor,  Prof. Mujiburrahman, MA,  hampir selalu sama dalam memberikan narasi kata sambutan. Sambutan itu, rasanya bukan sekedar formalitas, tetapi lebih bernuansa nasihat atau bahkan wasiat dan tawshiyah. Narasi itu kalau disimak secara seksama tersimpul dalam satu kata saja, loyalitas.

Loyalitas adalah kepatuhan atau kesetiaan. Loyal berarti dukungan yang kuat secara terus-menerus kepada seseorang atau sebuah lembaga. Dalam konteks institusi layanan, seperti kita (FEBI UIN Antasari) tentu loyalitas itu bukan kepada pribadi, tetapi kepada lembaga. Siapapun yang yang menjadi pimpinan dan siapapun yang menjadi karyawan serta kapanpun waktunya, kesetiaan dan dukungan itu hanya satu, untuk FEBI UIN Antasari. Kalau dikembangkan tentu menjadi loyalitas itu juga untuk UIN Antasari secara umum, bahkan kalau ditarik sampai ke atas, loyalitas itu juga untuk Kementerian Agama dan bahkan untuk Indonesia.

Secara teoritis, ada empat hal yang mendorong seseorang bersikap loyal: kepuasan, ikatan emosi, kepercayaan, dan manfaat. Kita coba membedah empat hal ini.

Kepuasan sangat bersifat subjektif. Apakah kita puas dengan FEBI UIN Antasari, akan muncul beragam jawaban. Kepuasan itu apakah terkait dengan apa yang diberikan lembaga kepada kita atau sebaliknya, apa yang bisa kita abdikan kepada lembaga. Sangat relative, tergantung sudut pandang masing-masing.

Kepuasan dalam makna kedua (apa yang dapat diberikan untuk lembaga) adalah soal pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam upaya menemukan kebahagiaan hidup.  Abraham Maslow (1908-1970) pelopor psikologi humanistik, menyebut lima hierarki kebutuhn dasar manusia mulai yang paling nampak hingga yang sangat abstrak, yaitu: fisiologis, rasa aman dan perlindungan, rasa cinta memiliki dan dimiliki, harga diri, dan aktualisasi diri. Kalau kita gunakan teori ini, maka kepuasan dapat didefinisikan sebagai kemampuan memberi dedikasi kepada lembaga. Dengan dedikasi itu, kita menjadi ada. Dalam bahasa agama, dedikasi itu disebut dengan amal saleh bagi institusi. Dengan demikian, terjadi lingkaran yang sangat positif dan produktif. Loyalitas menghasilkan pengabdian, pengabdian melahirkan kepuasan, kepuasan terus akan menciptakan loyalitas secara terus menerus.

Ikatan emosi berarti ada suatu kesamaan ide, pikiran, gagasan, cara pandang, hingga menjelma menjadi kerja secara berjamaah.  Sebagai sebuah institusi, FEBI bukanlah makhluk bernyawa yang dapat menjadi imam dalam shalat berjamaah, namun secara khayali (simbolik), FEBI adalah suatu yang selalu menemani kerja-kerja pengabdian kita. FEBI bagaikan seorang komandan dengan suara lantang memberi aba-aba yang diteriakannya setiap saat. Semua itu muncul karena adanya ikatan emosional jamaah civitas akademika yang bersedia berjamaah membangun lembaga.

Kepercayaan butuh perjuangan.  Perjuangan menciptakan reputasi/citra positif. Sebagai lembaga pelayanan publik, FEBI harus tetap pada jalur tupoksinya, melayani civitas akademika dengan sebaik-baiknya. Citra positif tidak boleh ternoda sekecil apapun. Semua kita harus memastikan pada garis lurus, melayani. Dengan citra positif, semua enegri positif dari luar akan berjalan bersama di samping lembaga.

Manfaat adalah hal yang mungkin paling luar dan kasar  dalam membentuk  loyalitas seseorang. Manfaat lebih berorientasi kepuasan fisik yang tidak abadi dan fana, namun tetap penting. Banyak orang yang merasakan lembaganya tidak memberi manfaat secara material sehingga bekerja menjadi terpaksa dan menjadi beban.

Semoga mantra “loyalitas” benar-benar menghasilkan kepuasan diri melalui pengabdian tiada henti untuk kejayaan FEBI UIN Antasari. Amin.